Berbicara tentang filsafat, kita akan selalu melewati yang namanya garis pertentangan antara yang biasa disebut paham, pemikiran, aliran dan mazhab. Atau sesuai kalimat guyonan dalam lingkaran pergaulan saya, Jikalau jalan menuju dunia filsafat tidak ditemukan kontradiksi dan pertentangan maka itu bukanlah jalan menuju filsafat.
Seperti halnya yang kita ketahui bersama, dimana pertentangan antara pemikiran Plato dan Aristoteles yang bersaing namun beriringan menyusun serta memahami dunia dari gagasan-gagasan dan konsep-konsep seperti apriori dengan pemikiran yang memandang bahwa materi lebih duluan dari gagasan.
Pertentangan ini kemudian dilanjutkan dalam perebutan atau klaim kebenaran yang ditunjukkan oleh filsafat aliran rasionalisme yang digawangi oleh Rene Descartes dan Spinoza dan filsafat aliran empirisme di bawah kedigdayaan John Locke dan David Hume. Dimana pertentangan ini diasumsikan sebagai penyebab munculnya aliran-aliran filsafat lainnya. Termasuk aliran Positivisme yang kemudian hari disinyalir mengambil-alih serta meningkatkan aliran empirisme.
Positivisme sendiri merupakan sebuah fase dalam gagasan Auguste Comte, fase ini ditandai dengan pemikiran manusia untuk menemukan hukum-hukum pikiran dan menghubungkan lewat fakta. Dimana di fase inilah manusia pengetahuan manusia berkembang dan dibuktikan lewat fakta dan melalui penelitian ilmiah.
Atau secara sederhana, Comte menjelaskan semua itu dengan cara menelisik dari saat seseorang masih kanak-kanak maka menjadi teolog dan ketika remaja seseorang akan menjadi metafisikus hingga menjadi dewasa seseorang akan menjadi positif. Perkembangan ilmu pun terjadi secara demikian, dimana pada awalnya ilmu di kuasai teologi kemudian diabstraksikan oleh metafisika dan pada akhirnya di cerahkan atau disusun atau disusun oleh hukum-hukum positif.
Selebihnya, Positivisme diperkuat dengan prinsip yang dikemukakan dalam filsafat empirisme Locke dan Hume, yang berpendapat bahwa hanya yang tampil dalam pengalaman yang dapat disebut benar. Prinsip Itu kemudian dikembangkan menjadi, Apa yang dapat dipastikan sebagai kenyataan dapat disebut benar. Itu berarti tidak semua pengalaman dapat dikatakan benar, melainkan hanya pengalaman yang sesuai dengan kenyataan.
Sumber https://www.atomenulis.com/